DOMPET SOSIAL MADANI

Hari Kedua NGO Connect 2025:Kolaborasi, Kepatuhan, dan Inovasi Menguatkan Peran NGO Indonesia

Sentul, Bogor — Hari kedua NGO Connect 2025 berlangsung padat dan penuh gagasan strategis untuk memperkuat ekosistem filantropi nasional. Bertempat di Bigland Hotel Sentul, ratusan lembaga sosial termasuk DSM Bali mengikuti rangkaian diskusi yang membahas jejaring NGO, kepatuhan regulasi, pengukuran dampak, inovasi sosial, hingga pemanfaatan teknologi. Suasana forum terasa dinamis, dengan peserta aktif bertanya, berdiskusi, dan berbagi pengalaman di berbagai bidang pengabdian sosial.

Sesi pagi dibuka dengan talkshow bertema Memperkuat Jaringan NGO dalam Ekosistem Filantropi Indonesia, menghadirkan Rizal Algamar, Ketua Badan Pengurus Perhimpunan Filantropi Indonesia, dan Mira Riyati Kurniasih, Direktur Jenderal Pemberdayaan Sosial Kementerian Sosial RI. Keduanya menyoroti fakta bahwa kemiskinan ekstrem yang masih terjadi di berbagai wilayah Indonesia tidak dapat diselesaikan oleh satu lembaga saja. Kolaborasi lintas NGO dinilai menjadi kunci agar kerja sosial lebih terarah, efisien, dan berkelanjutan. Para pemateri juga menekankan pentingnya pemanfaatan data sebagai dasar perumusan program, karena keberhasilan intervensi sangat ditentukan oleh ketepatan identifikasi kebutuhan masyarakat. Dengan data yang kuat, lembaga dapat menghindari program yang tumpang tindih dan memastikan upaya mereka memberikan dampak nyata.

Sesi kedua menghadirkan H. Irvan Nugraha, CEO Rumah Zakat, dan Istata Luqman, Government Relations Manager Kitabisa, yang pada kesempatan ini bertindak sebagai pemateri menggantikan pembicara yang berhalangan hadir. Diskusi ini membuka kenyataan bahwa banyak NGO beroperasi tanpa memahami aspek legal dan regulasi yang mengatur lembaga sosial. Kondisi ini membuat lembaga rentan mengalami kendala hukum maupun kepercayaan publik. Para pemateri menegaskan bahwa kepatuhan sejatinya bukan beban administratif, tetapi fondasi keberlangsungan organisasi dan wujud penghormatan terhadap amanah publik. Pemahaman SDM terhadap hukum, tata kelola, serta sistem pelaporan yang rapi menjadi faktor yang menentukan apakah sebuah lembaga dapat bertahan dalam jangka panjang.

Memasuki sesi ketiga, peserta mendapatkan materi yang lebih teknis terkait pengukuran dampak sosial. Sesi ini diisi oleh Saskia Tjokro, Director of Advisory ANGIN Foundation, Dian A. Purbasari, Executive Director Bakti Barito Foundation, dan Farah Sofa, Program Officer Ford Foundation. Ketiga pemateri menegaskan bahwa donatur masa kini membutuhkan gambaran dampak yang jelas, terukur, dan mudah diverifikasi. Untuk itu, lembaga perlu menyusun Theory of Change yang solid, memetakan baseline kebutuhan masyarakat, serta menyiapkan indikator dampak yang menunjukkan perubahan apa yang dihasilkan. Penggunaan Social Return on Investment (SROI) disorot sebagai pendekatan yang memungkinkan lembaga menghitung nilai sosial secara kuantitatif. Dengan cara ini, publik dapat melihat bahwa setiap rupiah donasi benar-benar menghasilkan manfaat yang dapat dipertanggungjawabkan.

Antusiasme peserta semakin meningkat ketika memasuki sesi keempat bersama Prof. Rhenald Kasali, Ph.D., Director of ESG Association of Indonesia, Guru Besar FEB UI, Founder Rumah Perubahan. Dalam penyampaian yang lugas dan inspiratif, Prof. Rhenald menjelaskan bahwa lembaga sosial harus mampu memadukan empati dengan kreativitas. Dunia sosial yang terus berubah menuntut NGO untuk melahirkan inovasi baru, baik dari model program maupun model pendanaan. Beliau mendorong NGO untuk mulai membangun social enterprise sebagai sumber pendanaan berkelanjutan, sehingga lembaga tidak bergantung sepenuhnya pada donasi musiman. Selain itu, ia menekankan pentingnya personal branding dan institutional branding agar lembaga diakui sebagai rujukan terpercaya dalam isu yang dikerjakannya. Menurutnya, lembaga harus berani tampil dan menyuarakan kepakaran agar tidak kalah oleh opini dari pihak-pihak yang tidak memahami persoalan.

Sesi berikutnya menghadirkan pemaparan teknis dari Mahdar Hamdani, ImpactLeap Manager Kitabisa, yang memperkenalkan platform ImpactLeap sebagai teknologi pengukuran dampak terintegrasi. Dalam demonstrasinya, peserta diperlihatkan bagaimana platform tersebut dapat membantu NGO merangkum data program, memvisualisasikan dampak, hingga menghitung Social Return on Investment (SROI) secara otomatis. Teknologi ini dinilai penting untuk meningkatkan transparansi lembaga, memperkuat laporan kepada donatur, dan memudahkan evaluasi program secara berkala.

Hari kedua kemudian ditutup dengan Focus Group Discussion (FGD) yang terbagi dalam lima tema besar: Sustainable Funding, Sustainable Program & Impact, Compliance & Governance, Organization Capability Management, dan Partnership & Ecosystem Engagement. Peserta didorong berdiskusi mendalam untuk merumuskan solusi atas tantangan-tantangan yang dihadapi NGO masa kini. Setiap kelompok menyampaikan gagasan strategis yang dinilai oleh panel, menghadirkan suasana kompetitif namun tetap kolaboratif.

Ikuti Kami